Hijau Tentara
(Firstha Indriani)
Masih
tergantung rapi sepotong baju gamis model hijabers muda masa kini. Dengan warna
tidak mencolok alias sangat kalem, sesuai dengan warna-warna seleraku. Aku
tidak pernah mengira sepotong baju gamis akan menjadi hadiah terakhir darimu.
Dua
hari sebelum hari ulang tahunku. Sebungkus kantung plastik putih kau berikan
padaku. "Ini buat kamu. Jangan dibuka dulu, dibukanya besok kalau sudah sampai
rumah." Begitu kalimat yang ku
dengar ketika tanganmu menjulur dan mengisyaratkanku untuk menerima sebungkus
plastik itu. "Ih
ini mah bisa dilihat kali apa isinya!" Seruku sembari tertawa kecil.
Kau
hanya tersenyum. Lalu berpamitan pulang. Aku tak sempat memperhatikan laju motormu
sampai menjauhi titik dimana aku berdiri. Rasa kantukku seketika sirna. Dan aku
segera ingin melihat isi yang ada didalam plastik putih tadi. Bergegaslah aku
masuk ke kamar. Senyum-senyum sendiri, sembari berkaca dan membayangkan aku
mengenakan baju itu. Sungguh ini, aku sangat bahagia atas pemberian itu. Seolah
mengandung filosofi tersendiri dari mu.
Baju
itu ku gantung dan ku simpan rapi di lemari pakaianku. Setiap kali ku buka lemari
dan melihat baju itu, langsung ingatanku tertuju padamu. "Senyum-senyum
seperti orang sedang kasmaran saja!" Kataku dalam batin.
Namun
sayang, senyumku seperti orang kasmaran kala itu kini tak lagi ada. Kini bukan
senyum bahagia yang terlihat kala aku memandang baju itu, tapi senyum getir
yang menyesakkan dada. Baju itu pun kini tak lagi tergantung disana. Ku simpan ia dalam satu tempat yang
lebih rapi. Lebih tertutup, seperti kini engkau menutup segalanya dariku. Ternyata
itu adalah hadiah terkahirmu, yang penuh teka-teki dan makna.
Warna
hijau tentara. Aku punya filosofi akan baju itu. Hijau, warna yang mengandung makna
menyejukkan suasana dan membangkitkan kegembiraan. seperti engkau, hadirmu yang
singkat ini bisa membuatku merasakan hal yang sama seperti makna warna hijau.
Lantas
hijau tentara, mungkin seperti ini aku memaknainya.
Seperti
mimpimu untuk menjadi seorang prajurit. Prajurit harus berjiwa tangguh dan
kuat. Dan dengan kepergianmu seperti ini, Kau ajarkan aku untuk menjadi kuat
dan tangguh layaknya seorang prajurit.
Mungkin
filosofi yang ku buat itu terkesan hiperbola. Namun, Biarkan waktu yang menuntunku sebagaimana
mestinya. Menunggu moment tepat, supaya aku bisa kembali memakai baju itu tanpa
lagi ada rasa sesak di dada. Entah ada atau tidaknya engkau dihadapanku ketika
baju itu melekat ditubuhku.