Selasa, 17 Juli 2018


Hijau Tentara
(Firstha Indriani)

Masih tergantung rapi sepotong baju gamis model hijabers muda masa kini. Dengan warna tidak mencolok alias sangat kalem, sesuai dengan warna-warna seleraku. Aku tidak pernah mengira sepotong baju gamis akan menjadi hadiah terakhir darimu.

Dua hari sebelum hari ulang tahunku. Sebungkus kantung plastik putih kau berikan padaku. "Ini buat kamu. Jangan dibuka dulu, dibukanya besok kalau sudah sampai rumah."  Begitu kalimat yang ku dengar ketika tanganmu menjulur dan mengisyaratkanku untuk menerima sebungkus plastik itu. "Ih ini mah bisa dilihat kali apa isinya!" Seruku sembari tertawa kecil.

Kau hanya tersenyum. Lalu berpamitan pulang. Aku tak sempat memperhatikan laju motormu sampai menjauhi titik dimana aku berdiri. Rasa kantukku seketika sirna. Dan aku segera ingin melihat isi yang ada didalam plastik putih tadi. Bergegaslah aku masuk ke kamar. Senyum-senyum sendiri, sembari berkaca dan membayangkan aku mengenakan baju itu. Sungguh ini, aku sangat bahagia atas pemberian itu. Seolah mengandung filosofi tersendiri dari mu. 

Baju itu ku gantung dan ku simpan rapi di lemari pakaianku. Setiap kali ku buka lemari dan melihat baju itu, langsung ingatanku tertuju padamu. "Senyum-senyum seperti orang sedang kasmaran saja!" Kataku dalam batin.  

Namun sayang, senyumku seperti orang kasmaran kala itu kini tak lagi ada. Kini bukan senyum bahagia yang terlihat kala aku memandang baju itu, tapi senyum getir yang menyesakkan dada. Baju itu pun kini tak lagi tergantung  disana. Ku simpan ia dalam satu tempat yang lebih rapi. Lebih tertutup, seperti kini engkau menutup segalanya dariku. Ternyata itu adalah hadiah terkahirmu, yang penuh teka-teki dan makna.

Warna hijau tentara. Aku punya filosofi akan baju itu. Hijau, warna yang mengandung makna menyejukkan suasana dan membangkitkan kegembiraan. seperti engkau, hadirmu yang singkat ini bisa membuatku merasakan hal yang sama seperti makna warna hijau.

Lantas hijau tentara, mungkin seperti ini aku memaknainya.
Seperti mimpimu untuk menjadi seorang prajurit. Prajurit harus berjiwa tangguh dan kuat. Dan dengan kepergianmu seperti ini, Kau ajarkan aku untuk menjadi kuat dan tangguh layaknya seorang prajurit.
Mungkin filosofi yang ku buat itu terkesan hiperbola. Namun, Biarkan waktu yang menuntunku sebagaimana mestinya. Menunggu moment tepat, supaya aku bisa kembali memakai baju itu tanpa lagi ada rasa sesak di dada. Entah ada atau tidaknya engkau dihadapanku ketika baju itu melekat ditubuhku.



Masa Orientasi Siswa
(Firstha Indriani)

Pagi itu pertama kalinya aku masuk sma. Ya walaupun masih menjadi anak mos, dan belum secara resmi memakai seragam putih abu-abu. Tapi setidaknya bagiku ada rasa bangga dari hal tersebut. Dan itu pertama kalinya aku mengikuti MOS untuk tingkatan sma. Banyak persiapan dan alat-alat yang harus dibawa selama mos tersebut.

Kelas baruku di sma adalah tempat dimana nantinya aku mengikuti pelajaran dan beraktivitas selama menjadi siswa sma, kelas itu disebut dengan kelas 10 E.

Hari pertama. Seperti biasa, selalu diadakan upacara bendera. Namun ini beda dari upacara biasanya. Upacara pagi itu sekaligus pembukaan mos tahun ajaran baru 2012-2013. Sebelumnya aku mengira hanya pembukaan biasa oleh bapak kepala sekolah. Tapi ternyata harus ada 2 perwakilan dari siswa baru untuk menerima tanda peserta mos. Aku dan teman-teman baruku bersiap siap turun ke lapangan untuk mengikuti upacara dan pembukaan MOS. Dengan kesibukan masing-masing kami saling bercerita dan berkenalan satu sama lain.

Tiba tiba aku mendengar seseorang memanggilku. “Dek, kamu Rosi ya?” Salah seorang kakak senior memanggilku. Aku hanya bisa menganggukan kepala dan menatap kakak senior itu dengan wajah bingung. “Eemm..ee..iya kak. Ada apa ya kak?” Tanyaku pada kakak senior tadi.

“Gini dek, ini kan ada penyematan tanda pengenal peserta MOS. Nah nanti kamu yang maju buat jadi wakil peserta MOS ya dek.” Jelas kakak senior padaku. Aku hanya terdiam. “Udah ayo, ini udah mau dimulai dek.” Tambah kakak senior tadi sembari menggandeng tanganku untuk secepatnya turun ke lapangan. “Tapi kak, aku sama siapa?” Tanyaku.

“Ada temennya kok dek. Sama eemm siapa ya tadi namanya. Aku lupa, eh tapi kayaknya masih satu SMP kok sama kamu.” Jelasnya.

Setibanya di lapangan, aku melihat sosok pria itu lagi. Pria yang sempat dekat denganku semasa SMP dulu. Dan saat itu aku dipertemukan kembali. Aku tak pernah berpikir sebelumnya untuk ada dalam waktu yang sama lagi dengan pria itu. Kedua mata kami saling menatap satu sama lain. Saling memandang dengan kegugupan masing masing. “mimpi apa aku malam tadi? Harus berhadapan dengan pria ini lagi. Setelah sekian lama kami tak saling sapa.” Ucapku dalam hati.
“lho Ros. Kok kamu disini?” Tanyanya padaku.
“eem iya, nggak tau tadi tiba tiba di panggil sama kakak-kakanya itu.” Aku menjawab dengan sebisa mungkin tidak memperlihatkan kegugupanku di depannya. Dan nantinya kami akan berjalan beriringan berdua menuju mimbar kepala sekolah. Berjalan di hadapan banyak orang di sekolah baru.

Detik detik upacara akan di mulai, beberapa teman SMP ku dulu yang sempat mengerti sejauh mana kedekatanku dengan pria itu hanya melempar senyum ketika melihatku. Bahkan ada juga yang menggodaku dengan ledekan ledekan ala mereka. Tapi aku cukup membalasnya dengan senyuman. Toh ini hanya sementara untuk melaksanakan perintah.
Dalam hati aku masih  bertanya tanya mengapa pada hari itu aku dipertemukan dengannya kembali?
Setelah upacara itu selesai, aku langsung bergegas menuju kelasku untuk bergabung bersama teman-temanku. Teman sebangkuku saat itu adalah Anggun. Kebetulan dia juga teman seperjuangan dan sekelasku sewaktu smp. Ketika sampai dikelas aku langsung duduk di bangku ku dan terdiam untuk beberapa saat.

“Kamu kenapa? Kok diem aja?” Tanya Anggun padaku. “Nggak papa kok. Cuma masih mikir aja semalem aku mimpi apa kok hari pertama masuk sekolah aku ketemu sama cowok itu lagi. Ini masih pertama lho.” Jelasku pada anggun.

“Ros, udahlah, yang lalu itu biarin aja. Toh kalian tadi cuma sebentar kan. Cuma perintah kan ros?” Kata anggun. “emm iya sih. Ah udah deh ya.” Kataku singkat.

“Ya udah ya udah Ros. Jangan di inget inget lagi. Kamu juga yang terlalu nggak bisa ngelupain dia.” Katanya dengan nada sedikit tertawa.

“Nggun kamu ini....” Dan Anggun pun bergegas pergi meninggalkan aku dibangku itu.
Sepenggal kalimat dari anggun tadi membuatku untuk berpikir, apa aku yang terlalu belum bisa untuk melupakan dia? Kedekatan ku dengannya memang bisa dibilang cinta monyet. Kami hanya anak bawang atau anak kemarin sore yang belum mengerti arti lebih tentang cinta. Yang lalu biarlah berlalu. Masa sekarang adalah masa dimana yang harus aku jalani, tanpa harus terus menerus menoleh kebelakang. Jika aku harus melihat toh itu hanya untuk dijadikan pelajaran agar kedepannya aku bisa menjalani hidup lebih baik lagi.