Selamat Membaca
Hanya Tulisan Singkat & Sederhana
Selasa, 17 Juli 2018
Sabtu, 04 Maret 2017
Sabtu, 13 Februari 2016
Minggu, 11 Oktober 2015
Cinta dalam jarak itu memang menyiksa. Menahan rindu yang setiap hari semakin menjadi. Rindu tak berbalas. Hanya bisa terdiam. Namun cinta dalam jarak mengajarkan kita untuk saling sabar dalam penantian. Penantian yang entah kapan bisa terwujud untuk saling bertemu. Aku hanya ingin cinta dalam jarakku nantinya bahagia diakhir kisah. Dan kamu selalu menjadi teman hidupku. Apapun warna hidup kita nanti. Dan kita dapat mewujudkan mimpi mimpi yang telah kita rencanakan. 💑
Selasa, 06 Oktober 2015
Terkadang aku sangat merindukan moment moment bersama kawan lamaku dulu. Tapi apakah mereka juga merasakan hal sama?
Nama mungkin boleh aku bisa saja lupa. Tapi wajah aku tak pernah lupa. Wajah wajah kalian yang mengisi hari hari dulu. Entahlah warna apa yang telah kalian berikan padaku, tapi aku tak akan pernah melupakan kalian dalam hidupku. 💞
Minggu, 26 Oktober 2014
“kok tumben Tika jam segini belum berangkat?” tanya Cella pada Lia. “nggak tau nih, kesiangan mungkin.” Jawab Lia sembari menoleh ke arah jam dinding kelas. Tepat pukul 07.00 dan bel tanda masuk berbunyi, Tika belum juga muncul. 10 menit berlalu setelah bel tanda masuk berbunyi, tiba-tiba pintu kelas terbuka dan dibalik pintu tersebut ternyata Tika dan Ando. Ando dengan senyum yang gagah masuk ke kelas. Sedangkan Tika, dia dengan wajah agak pucat, seperti menahan tangis dan tanpa semangat pergi ke sekolah. Anak-anak pun heran melihat Tika dan Ando yang terlambat secara bersamaan.
“ciye telat kok barengan sih.” Ledek Bastian pada kedua temannya itu. Ando hanya tersenyum mendengar ledekan Baastian tersebut. Namun, lain halnya dengan Tika. Dia langsung duduk dibangkunya dan membukukkan badannya lesu. Dia seolah mengabaikan ledekan dari temannya tersebut. “kamu kenapa? Tumben banget sih telat. Untung kelas masih belum mulai pelajaran.” Tanya Lia pada Tika. Tapi Tika tak menjawabnya dan masih acuh pada setiap perkataan teman-temannya.
Pelajaran jam kedua pun dimulai. Tika masih saja lesu dan murung. Saat waktu istirahatpun dia seolah tanpa semangat seperti teman-teman lainnya. Saat waktu pulang tiba, ternyata Ando dan Tika pulang secara bersamaan. Teman-teman yang lain sedikit heran melihat Ando dan Tika berangkat dan pulang secara bersamaan. Jarang hal ini dilakukan oleh Tika. Biasanya Tika hanya bersama sepupunya yang berada dikelas 12. Hal semacam ini menjadi rutinitas Ando dan Tika, dan juga selalu terlambat. Di sisi lain banyak yang beranggapan bahwa ada kedekatan khusus diantara mereka berdua. Hari demi hari berlalu hal ini terjadi, sedikit demi sedikit Tika mulai mau mengungkapkan isi hatinya pada Lia. Lia adalah teman Tika sejak kelas 10. Merekapun bercerita panjang lebar. Sampai terucap oleh Lia hal yang tak pernah disangka oleh Tika.
Tika sontak terdiam mendengar perkataan Lia demikian. Dia pun mulai berpikir lebih dalam. “apa aku suka sama dia?” ucapnya dalam hati. Ya bisa dibilang Tika adalah gadis yang lugu dan polos, namun dia memiliki kelebihan yaitu cantik, sholehah dan rajin.
Entahlah apa yang sebenarnya Tika rasakan. Namun dia tertekan dan penuh beban menerima kebaikan Ando. Hari itu tanggal 21 November adalah tepat Tika berulang tahun yang ke-17. Teman-teman sekelasnya berencana memberi kejutan untuknya. Dibalik kejutan dari teman-temannya, ternyata Ando memberi hadiah khusus untuk Tika. Sebuah bingkisan diberikannya secara diam-diam. Dilain hari, terlihat ada yang lain yang dikenakan oleh Tika. “wah ada yang habis ulang tahun terus tasnya baru nih.” Kata Bastian yang menggoda Tika.
Suatu ketika saat Tika dan Lia usai melaksanakan sholat dhuhur, tiba-tiba Lia tersadar ada yang lain lagi yang dikenakan oleh Tika.
Kedekatan merekapun semakin hari semakin erat. Bahkan teman-teman sekelasnya sudah tak bisa mengartikan apa-apa tentang kedekatan mereka. Hingga suatu saat Tika menuliskan beberapa kata pada buku diarynya. “apa iya aku menyukai pria setampan kamu. Atau ini hanya mimpi saja bagiku? Pertanda apa aku selalu menerima kebaikanmu walaupun terkadang aku sering menangis dengan sikapmu. Benarkah ini yang namanya cinta?”