Minggu, 26 Oktober 2014



Diam Diam Suka
(Firstha Indriani)

Sudah hampir satu semester aku melihatnya menangis. Dan ini terjadi  hampir setiap hari saat dia tiba di sekolah. Dengan wajah sediktit pucat dan seperti sangat sedih. Entahlah apa penyebab utamanya, namun sedikit terdengar olehnya bahwa seorang pria bernama Ando itulah penyebab dia menangis dan murung setiap pagi.

“kok tumben Tika jam segini belum berangkat?” tanya Cella pada Lia. “nggak tau nih, kesiangan mungkin.” Jawab Lia sembari menoleh ke arah jam dinding kelas. Tepat pukul 07.00 dan bel tanda masuk berbunyi, Tika belum juga muncul. 10 menit berlalu setelah bel tanda masuk berbunyi, tiba-tiba pintu kelas terbuka dan dibalik pintu tersebut ternyata Tika dan Ando. Ando dengan senyum yang gagah masuk ke kelas. Sedangkan Tika, dia dengan wajah agak pucat,  seperti menahan tangis dan tanpa semangat pergi ke sekolah. Anak-anak pun heran melihat Tika dan Ando yang terlambat secara bersamaan.

“ciye telat kok barengan sih.” Ledek Bastian pada kedua temannya itu. Ando hanya tersenyum mendengar ledekan Baastian tersebut. Namun, lain halnya dengan Tika. Dia langsung duduk dibangkunya dan membukukkan badannya lesu. Dia seolah mengabaikan ledekan dari temannya tersebut. “kamu kenapa? Tumben banget sih telat. Untung kelas masih belum mulai pelajaran.” Tanya Lia pada Tika. Tapi Tika tak menjawabnya dan masih acuh pada setiap perkataan teman-temannya.

Pelajaran jam kedua pun dimulai. Tika masih saja lesu dan murung. Saat waktu istirahatpun dia seolah tanpa semangat seperti teman-teman lainnya. Saat waktu pulang tiba, ternyata Ando dan Tika pulang secara bersamaan. Teman-teman yang lain sedikit heran melihat Ando dan Tika berangkat dan pulang secara bersamaan. Jarang hal ini dilakukan oleh Tika. Biasanya Tika hanya bersama sepupunya yang berada dikelas 12. Hal semacam ini menjadi rutinitas Ando dan Tika, dan juga selalu terlambat. Di sisi lain banyak yang beranggapan bahwa ada kedekatan khusus diantara mereka berdua. Hari demi hari berlalu hal ini terjadi, sedikit demi sedikit Tika mulai mau mengungkapkan isi hatinya pada Lia. Lia adalah teman Tika sejak kelas 10. Merekapun bercerita panjang lebar. Sampai terucap oleh Lia hal yang tak pernah disangka oleh Tika.
“jangan-jangan Ando suka ya sama kam Tik.” Ucap Lia
Tika pun membantah kalimat tersebut. “ hush ngawur kamu. Mana mungkin Ando suka sama aku. Ando itu seleranya tinggi, nggak mungkin kayak aku. Dan nggak mungkin juga kalo dia suka sama aku.”
“lho Tik, kok malah kamu jadi sewot gitu sih, atau jangan-jangan kamu yang suka sama Ando, sampai kamu masih mau dianter jemput sama dia, ya walaupun kalian telat terus.” Kata Lia seolah menyindir.
         
Tika sontak terdiam mendengar perkataan Lia demikian. Dia pun mulai berpikir lebih dalam. “apa aku suka sama dia?” ucapnya dalam hati. Ya bisa dibilang Tika adalah gadis yang lugu dan polos, namun dia memiliki kelebihan yaitu cantik, sholehah dan rajin.

Entahlah apa yang sebenarnya Tika rasakan. Namun dia tertekan dan penuh beban menerima kebaikan Ando. Hari itu tanggal 21 November adalah tepat Tika berulang tahun yang ke-17. Teman-teman sekelasnya berencana memberi kejutan untuknya. Dibalik kejutan dari teman-temannya, ternyata Ando memberi hadiah khusus untuk Tika. Sebuah bingkisan diberikannya secara diam-diam. Dilain hari, terlihat ada yang lain yang dikenakan oleh Tika. “wah ada yang habis ulang tahun terus tasnya baru nih.” Kata Bastian yang menggoda Tika.
 “ihh apaan sih, nggak kok. Tas aku kan rusak, makanya aku beli lagi.” Ucap Tika menanggapi ucapan Bale.
“ya kan intinya baru Tik,” balas Bastian sambil meledek ke arah Tika.  

Suatu ketika saat Tika dan Lia usai melaksanakan sholat dhuhur, tiba-tiba Lia tersadar ada yang lain lagi yang dikenakan oleh Tika.
 “eh sepatu baru yaa.” Ucap Lia.
“ini dari Ando Li.” Ucap Tika lirih pada Lia.
“Ando?” jawab Lia spontan.
“huuuss jangan keras-keras.” Kata Tika, sambil mencubit tangan Lia.
“ih sakit Tik.”
 “iyaa makanya jangan keras-keras kalo ngomong. Kamu sih dikasih tau dikit aja langsung deh.” Jawab Tika seolah kesal dengan tingkah temannya tersebut.
“emang beneran itu dari Ando? Brati kado spesial dong.”  Kata Lia sambil menggodanya. “kayaknya bener deh ada yang lain dari tingkahnya Ando.” Kata Lia sambil berjalan melewati koridor kelas.
“lain gimana? Biasa aja kayaknya, kan temen Li.” Bantah Tika.
“terus tas baru kamu itu jangan bilang juga dari........?” tanya Lia yang terlihat semakin penasaran dengan kedekatan Tika dan Ando.
Tika tidak langsung segera menjawab pertanyaan Lia. Dia hanya diam sambil menyembunyikan senyum manisnya itu.
“tuh kan senyum-senyum malu. brati temen yang spesial kan?” kata Lia sambil tertawa kecil.
Tika pun seolah tersipu malu mendengar ucapan Lia.
Hingga suatu pagi Tika kembali murung dan seolah tak kuasa menahan tangis.
“nangis lagi ni anak? Kenapa lagi sih? Nangis kok tiap pagi.” tanya Rizal. Hampir sebagian teman laki-laki meledekinya tiap pagi saat melihat Tika menangis. Ternyata Tika tak bisa menolak kebaikan Ando, walaupun terkadang dia diperlakukan tidak wajar. Entalah ada apa sebenarnya diantara Ando dan Tika. Namun seperti ada kejanggalan dibalik kebaikan Ando selama ini dengan Tika. Setiap kali orang mendengar cerita Tika, seolah berpikiran hal yang sama dan juga menyarankan hal yang sama. Tapi hal itu sulit dilakukan oleh Tika. Tika terlalu baik dan terlalu tidak tega untuk menjauhi Ando.

Kedekatan merekapun semakin hari semakin erat. Bahkan teman-teman sekelasnya sudah tak bisa mengartikan apa-apa tentang kedekatan mereka. Hingga suatu saat Tika menuliskan beberapa kata pada buku diarynya. “apa iya aku menyukai pria setampan kamu. Atau ini hanya mimpi saja bagiku? Pertanda apa aku selalu menerima kebaikanmu walaupun terkadang aku sering menangis dengan sikapmu. Benarkah ini yang namanya cinta?”



Rabu, 22 Oktober 2014


SECARIK KERTAS
(Firstha Indriani)

2 piring rujak dan 2 gelas jus. menemani kita di balik teriknya matahari siang itu. tempat sederhana yang hanya di batasi oleh sebuah gerobak berwarna hijau. dan terpal sebagi atapnya. beralaskan tikar yang sangat sederhana dan sebuah meja kecil. ditempat itu,yang awalnya kita hanya ingin berteduh dari terik matahari. tapi malah menjadikan kita saling berbagi cerita lebih banyak. aku juga masih ingat saat kamu mengeluarkan selembar kertas yang telah kamu lipat-lipat. kamu memperlihatkan isi dari kertas tersebut padaku. dibalik kertas itu, ada beberapa harapanmu saat tahun  baru datang. 
          Kamu memang tipe orang yang cukup unik. sempat meluangkan waktu hanya untuk menulis beberapa harapan yang akan kamu lakukan. padahal remaja seusiamu saat tahun baru umumnya bersenang senang untuk menyambut datangnya tahun baru. tapi tidak dengan kamu.  dan menyimpan kertas harapan itu dibalik dompet yang kamu satukan dengan kumpulan uang kertasmu. aku masih ingat, harapan terakhirmu dalam kertas itu. kamu menuliskan kalimat "bisa punya pacar" saat aku melihat dan membaca kalimat itu dalam hati aku hanya tersenyum dan sedikit tertawa. dalam hati aku berkata, bisa-bisanya punya pacar dijadiin harapan. segitu seriusnya ya emang?
ekspresi wajahmu terlihat heran saat melihat aku hanya diam dan tertawa kecil.  

"kok ketawa?" tanyamu saat melihatku tertawa kecil.
"emm nggak kok, cuma geli aja sama ini." kataku sambil menunjuk kalimat akhir tadi.
"emang salah ya kalo aku nulis harapan kayak gitu?" 
"nggak kok, kan ini harapan kamu. jadi ya terserah kamu mau nulis harapan apa aja." kataku memperjelas. walaupun dalam hati aku sedikit bertanya tanya tentang hal yang kamu tulis.
"tapi kenapa kamu ketawa? ngeledek ya? " katamu yang terlihat penasaran.
"ya lucu aja keliatannya, hehe. tapi kan nggak papa juga kamu mau nulis apa."
"kamu orang pertama yang tau isi harapanku tahun ini lho." katamu, sambil menyentap sesendok rujak.
"oh ya?" jawabku sedikit terkejut. "aku boleh tanya nggak tentang kertas ini?" aku mulai memberanikan diri untuk menanyakan rasa penasaranku tentang semua harapan yang kamu tulis dalam secarik kertas itu.
"tentang apa? kertas harapan itu?" jawabmu yang juga mulai penasaran.
"iya. emmm apa sih motivasi kamu nulis harapan kayak gini?" aku mulai mengeluarkan kalimat tentang rasa penasaranku.
kamu tidak langsung menjawab. butuh waktu beberapa detik untuk mendengarmu mejawab kalimatku. dan saat itu kita hanya saling diam dan yang aku dapati adalah dimana kamu menatapku dengan tatapan mata seolah olah berkata "ini cewek tanyanya beneran detail banget ya." ketika aku melihatmu diam seperti kebingungan untuk menjawab, akupun  berusaha menarik kembali kalimatku. 
"kamu keberatan ya aku tanya kayak gini? maaf kalau aku terlalu banyak tanya tentang kertas ini."
"nggak kok, sebeneranya aku buat kayak gitu yaaa biar aku bisa lebih tertata ngelakuian rencanaku. setidaknya aku punya beberapa rencana kedepan yang udah tertata." katamu berusaha menjelaskan semua itu.
“oh gitu ya. maaf kalau aku terlalu berlebihan tanyanya. semoga aja kamu bisa ngelakuian semua harapan yang kamu inginkan." jawabku sembari lempar senyum.
"amin. makasih ya. eh udah nggak terlalu panas, pulang aja yuk.”
aku hanya menganggukan kepala.
          
           Entah kenapa setelah aku menanyakan rasa penasaranku tentang semua harapanmu itu, pembicaraan kita kini semakin lebih serius. pertemanan kita terbilang belum begitu lama. tapi sosokmu yang terlihat sangat dewasa itu membuatku merasa nyaman saat bersama denganmu. dan seolah kita tak pernah kehabisan topik pembicaraan. 

Rabu, 09 Juli 2014

6 AMPLOP

aku masih sangat ingat, ketika pagi itu tanteku datang dan membawa 6 lembar amplop dalam ikatan karet. heran memang, apa isi dalam amplop sebanyak itu? mendapat kiriman dari post saya aku tidak pernah. 
“dari siapa te?” tanyaku pada tanteku.
“tante juga nggak tau. itu tadi ada di kursi depan rumah. terus ternyata itu buat kamu, ya tante ambil aja.” jawab tanteku santai.
“dibuka aja, siapa tau dari penggemar rahasia.” celoteh mama.
aku hanya diam dan memandangi 6 buah amplop itu. kubuka satu persatu amplop tersebut. ketika mataku menjelajah siapa pengirimnya, dan ternyata nama pengirim terselip dibagian belakang amplop tersebut. tak asing nama-nama pengirim itu. sembari tersenyum, satu persatu aku membuka amplop dan mulai membaca semua isinya. tersenyum dan berakhir tertawa. begitulah ekspresi ketika aku mulai membaca setiap kata dari amplop tersebut. entahlah, tidak banyak kata yang bisa aku ucapkan, selain berterimakasih kepada kalian pengirim amplop itu.
waktu  berlalu begitu cepat, dan kini kita telah dewasa. 6 buah amplop itu masih kusimpan rapi disuatu tempat yang aman. namun, yang aku sayangkan, mengapa kita tak seaman amplop yang aku simpan itu?
suatu ketika saat aku merapikan kamar tidurku, aku kembali menemukan 6 buah amplop tersebut. aku membuka kembali isi dari amplop itu. kubaca satu persatu tulisan tangan dari kalian. yang ku rasakan saat itu adalah rindu.  rindu saat aku bersama kalian. kemana mana kita bersama sama. rindu kalian yang lucu, rindu kalian yang jorok. rindu waktu kita saling curhat tentang gebetan masing-masing, bahkan rindu waktu kita curhat sampai nangis. rindu waktu kalian sering gangguin kalo lagi sholat. aku merasa rindu dengan semua itu.
kita 7 orang anak manusia yang diciptakan berbeda dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing. aku sempat mengira bahwa perbedaan kita bisa menyatukan kita menjadi sebuah persahabatan yang erat. namun, seiring berjalannya waktu kita seperti magnet yang saling bertolak. kamu, aku, kalian dan kita kini tak seperti dulu lagi. kita kini memiliki dunia masing-masing. tapi, apakah dibalik dunia kita itu kalian pernah memikirkan pertemanan kita untuk bisa seperti dulu lagi? entahlah. tapi aku selalu berusaha untuk tidak pernah melupakan orang-orang terdekatku yang semasa itu aku melalui masa-masa susah bersamanya.
HUJAN CINTA
(Rivaldo Rizky Fadhillah)

Kisah ini berawal dari kehidupan 3 remaja yang meiliki sifat dan watak yang berbeda namun mereka bertiga bersahabat .Cris si cowo ganteng dan keren yang  jago olahraga dan bela  diri,Teito si cowok cool yang sangat hebat dalam hal seni terutama melukis  dan David si cowok ganteng yang  sangat suka bermain game.mereka bertiga adalah cowok paling ter kenal disekolahnya dan juga menjadi pujaan para gadis-gadis.kebetulan mereka ber iga satu kelas di kelas IX jadi kemana-mana mereka selalu bertiga .pada saat istirahat merka bertiga duduk dibawah pohon rindang di taman sekolah, “temen-temen kalian semua udah tau apa belum?”ucap David memulai pembicaraan,”tau apa? Kalo ngomong tuh yang  jelas dong”jawab Cris ,”itu loh Cris besok kita anak-anak OSIS kan diberi tugas unyuk membimbing junior-junior kita yang baru masuk ke sekolah ini “saut Teito,”oh kalo itu sih aku juga udah tau yang kamu maksud itu MOS  kan”jawab Cris,”betul banget,jadi beok kita bisa lihat wajah-wajah adik kelas kita, aku harap adik kelas kita banyak yang cantik”saut David, “aku juga berharap begitu, ya semoga saja”jawab Cris,”kalian berdua ini selalu mikirin cewek,dasar”kata  Teito,”masih mending  kita kita mikitin cewek dari pada kamu cuma mikirin seni dan pelajaran”ucap David.”Terserah kalian aja lah, aku malas ikut-ikutan” jawab Teito.

Keesokan harinya setelah bel masuk dibunyikan mereka bertiga dan anggota OSIS lainya segera bersiap-siap di ruang OSIS untuk membimbing MOS adik kelas mereka.”teman-teman apa kalian sudah siap” ucap Teito selaku ketua OSIS,”siap” jawab anggota lain serempak.Teito ,Cris dan David  uang dan anggota lain yang ada di ruang OSIS langsung menuju ke lapangan.Di lapangan ternyata anak-anak kelas 7 sudah siap untuk dibimbing MOS.Teito selaku ketua OSIS langsung memberikan sambutanya , sembari mendengarkan sambutan dari Teito mata Cris dan David menyoroti satu persatu wajah anak –anak kelas 7 mereka berdua berharap bisa melihat wajah gadis-gadis yang cantik, dan benar saja Cris langsung terpesona ketika melihat ada seorang gadis cantik berada di tengah-tengah anak-anak kelas 7 yang sedang memperhatikan Teito.”tak kusangka ada gadis secantik itu masuk ke sekolah ini,aku harus bisa mendapatkanya”ucap Cris dalam hati.



Rabu, 11 Juni 2014

Ruang Rindu
Sudah berlembar kertas berserakan di kamar Rindu. Hingga dia akhirnya tersadar kertas itu sudah memenuhi kamarnya. Di susunnya kertas-kertas itu satu persatu. Di bacanya kembali apa yang dia tuliskan. Hampir semua tulisannya mengungkapkan tentang perasaan rindunya kepada seseorang. Sambil tersenyum dia mulai bangkit dan memasukkan kertas-kertasnya ke map berwarna merah miliknya. Tiba-tiba matanya tertuju pada handphone miliknya. Tangannya mulai mengarah untuk menyentuh dan mengambil benda tersebut, seraya melihat wallpaper pada phonselnya. Dia pun kembali tersenyum. “kapan kamu tau kalo aku di sini selalu....” ucapannya terhenti. Dia sadar orang yang dia rindukan kini bukan siapa-siapa lagi baginya.
Pagi itu. cuaca sedang tidak bersahabat. Rintikan air hujan terdengar dari kamar Rindu. Kebetulan hari ini Rindu tidak ada jadwal kuliah, jadi ini waktu yang pas untuk bermalas-malasan di kamarnya. Jarum jam dinding kamar Rindu menunjukan pukul 08.30. tapi, tetap saja Rindu masih terbaring di tempat tidurnya dan dengan selimut berwarna merah jambu yang menutupi tubuhnya.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah luar kamar Rindu. “Ndu kamu masih tidur?” suara seorang wanita yang terdengar di balik pintu kamar Rindu.
“nggak kok ma. Rindu udah bangun.” Jawab Rindu sembari melompat dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamar.
“mandi dulu, anak perempuan kok jam segini belum mandi.” Kata Ibu Rindu sambil berjalan memasuki kamar Rindu dan membuka jendela kamar Rindu.
“iya ma, nanti ya. Ini masih dingin. Lagian aku nggak ada jadwal kuliah kok ma hari ini.” Jawab Rindu.
“ya walaupun nggak ada jadwal kuliah tapi bukan berarti kamu nggak mandi dong. Udah siang ini.”
“iya mama iya. Rindu mandi.” Kata Rindu sembil berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Sedangkan Ibunya, masih berada di kamar dan memandangi seluruh isi meja belajar Rindu yang penuh dengan kertas hasil tulisannya. Wanita ini hanya tersenyum melihat hal tersebut.
Setelah usai mandi dan sarapan, Rindu kembali ke kamarnya. Handphonenya berdering.
Rindu : ‘halo?’
Angel : ‘halo Ndu. Kamu di rumah nggak?’
Rindu : ‘iya di rumah. Mau ngapain?’
Angel : ‘gue ke sana ya. Mau curhat. Lagian bosen gue di rumah terus.’
Rindu : ‘curhat apaan?’
Angel : ‘udah deh, gue ke sana ya. Daaaaa Rindu.’ Tuuuttuuuuttuuutt
“yah malah di matiin.” Ucapa Rindu sambil memandangi handphonenya.
Tak lama, Angel datang ke rumah Rindu. Dengan segera Angel di persilahkan masuk ke kamar Rindu oleh Ibu Rindu.
Toktok “Rindu.”
“iya. Masuk aja, nggak di kunci kok.” Kata Rindu dari dalam kamar. “eh udah dateng aja kamu.” Sapa Rindu pada Angel. Mereka ini telah lama bersahabat. Bahkan sudah seperti saudara.
Sembari menaruh tasnya, Angel mulai berbicara. “Ndu.”
“apa?” jawab Rindu cuek sambil menatap layar laptopnya.
“ih lo kok cuek banget sih?” kata Angel kesal. “lo ngapain sih?” Angel seolah ingin tau apa yang sedang dilakukan sahabatnya itu di balik layar laptop.
“ciye masih aja inget-inget samaa...” ucap Angel terhenti. “eh diem kamu!” kata Rindu.
“gue ngerti, lo masih  nyimpen perasaan yang sama kan?” ucap Angel.
“eemm nggak kok. Siapa yang nyimpen perasaan?” bantah Rindu. “udah deh, kamu ini nggak usah sok tau ya Ngel.” Kata Rindu sambil menjambak poni Angel.
“eh sakit tau. Kalo nggak bisa move on ya ngomong aja kali Ndu.” Kata Angel sambil tertawa.
“udah deh Ngel. Kamu ini yaaa. Aku udah nggak ada apa-apa lagi sama dia.” Jelas Rindu. Namun, Angel masih saja menggoda Rindu dengan penuh canda. Pembicaraan mereka pun seketika penuh dengan canda.
“keluar yuk Ndu. Jalan-jalan atau kemana gitu.” Ajak Angel yang mulai bosan berada di dalam kamar Rindu.
“bentar, aku ganti baju dulu ya.” Jawab Rindu beranjak dari tempat tidurnya.
Rindu dan Angel pun berpamitan pada Ibu Rindu untuk meminta ijin keluar rumah. “hati-hati ya di jalan.” Ucap Ibu Rindu. “pamit dulu ya tante. Assalamualaikum.” Ucap Angel.
Dengan mengendarai sepede motor, Angel dan Rindu bergegas pergi. Kemana arah roda motor itu pun mereka tak tau. Tiba-tiba Rindu ingat tempat makan yang biasanya di kunjungi bersama kekasihnya dulu. “Ngel, kita ke caffe rainbow ya.” Ajak Rindu. Angel pun hanya menggangguk. Setibanya di sana mereka langsung duduk dan memesan makan yang ada di daftar menu.
Sambil menunggu makanan datang, mereka asik dengan gadget mereka dan candaan mereka yang begitu renyah. Namun pandangan Rindu tertuju pada satu meja dalam caffe tersebut. meja bernomor 56. Seorang pria berbaju hitam yang duduk berhadapan dengan seorang wanita berambut panjang yang mengenakan baju orange. Tampak samping Rindu seperti mengenali sosok pria tersebut. ucapnya lirih “Chris.”
“kamu liat siapa Ndu?” tanya Angel yang melihat Rindu melamun mengarah pada salah satu meja di ujung sana. “itu Chris ya Ngel?” Rindu balik bertanya pada Angel.
“mana?” jawab Angel sambil celingukan. Tiba-tiba “makasih mbak.” Ucap Angel ramah pada pelayan yang mengantar makanan. “Ndu ini makanannya udah dateng. Makan dulu yuk.” Ucap Angel sambil menyodorkan menu pesanan Rindu.
Nafsu makan Rindu seolah turun ketika dia melihat Chris bersama seorang wanita. Apakah Rindu masih merasakan cemburu pada Chris? Chris bukan lagi orang teristimewa dalam hidupnya. Tapi Rindu masih belum bisa melupakan semua kenangan yang di rajutnya bersama Chris dulu. Mungkin Chris sudah bisa melakukan hal itu, tapi tidak dengan Rindu. Sedikit ruang rindu di hatinya masih tersimpan untuk Chris. Dia pun tak ingin berlama-lama di sana dan tak ingin memendam perasaan yang bercampur aduk itu. Bergegaslah dia mengajak Angel pulang. Senyum dan tawanya tak seramah dan seceria ketika dia pertama menjajaki caffe itu dan tak melihat sosok Chris di sana.

Lambat laun, Rindu mulai menata hatinya untuk tidak mengingat sosok Chris lagi. Dia sadar, bahwa Chris bukanlah orang teristimewa lagi dalam hidupnya.

Minggu, 13 April 2014

ULAT BULU
(Firstha Indriani)

Disuatu siang, seekor ulat bulu bernama Miko berjalan diatas sebatang pohon mangga. Ulat itu berjalan dengan perlahan dan melihat disekelilingnya. Ulat tersebut mendapati seekor ulat yang lain sedang berdiam diri diatas ranting pohon. Dia pun mengahampiri ulat yang sedang berdiam diri itu.
“Hai ulat. Mengapa kau seorang diri?” tanya Miko.
“Aku sedang melihat semut-semut itu. mereka sangat kompak, kemana-mana  tak pernah sendirian.” Jawab ulat bulu hijau itu.
“Mengapa kau tidak pergi untuk bertemu bersama ulat-ulat lainnya?” tanya Miko. “siapa namamu?” tanyanya.
“Orang-orang memanggilku dengan sebutan ulat hijua. Aku tak punya siapa-siapa.” Jawab ulat bulu hijau itu.
“Aku Miko. Kemana ayah dan ibumu?”
“Aku tak tahu. Saat aku berubah menjadi ulat, hidupku seorang diri. Aku tak punya siapa-siapa.” Jawab ulat bulu hijau yang tampak sedih. “Aku ingin seperti semut-semut itu. mereka tak pernah kesepian. Sedangkan aku. Aku selalu sendiri. Dari ranting ke ranting aku hanya sendirian.”
“Sudahlah jangan bersedih, aku mau menjadi temanmu. Kita bisa kemana-mana bersama, jadi kau tak merasa kesepian.” Kata Miko dengan ramah.
“Benarkah? Kau mau berteman denganku Miko?” Kata ulat bulu hijau dengan bahagia.
Miko dan teman barunya ulat hijau berjalan bersama menuju ranting ke ranting. Setiap hari mereka selalu bersama. Bermain kemana-mana bersama. Ulat bulu hijau sudah tak merasakan kesepian lagi. Hinggga suatu saat disuatu senja, saat mereka berada diujung ranting.
“Miko, sebentar lagi kita akan menjadi kepompong. Selama itu kita tak akan bisa bersama lagi. Tapi kita akan bertemu saat kita telah menjadi kupu-kupu” kata ulat bulu hijau.
“Iya. Lalu, apakah kita akan masih berteman nantinya jika kita menjadi kupu-kupu?” tanya Miko.

“Pasti Miko. Aku akan tetap mengingatmu. Jika kelak aku telah menjadi kupu-kupu nanti, aku akan menemuimu Miko." janji ulat bulu hijau pada Miko.
"Terimakasih, aku akan tetap selalu mengingatmu kawan" ucap Miko tersenyum.
senja itu memisahkan Miko dan ulat bulu hijau untuk kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Hari demi hari berganti. Metamorfosa ulat mulai berubah menjadi kepompong. dan selama itu mereka tak dapat bertemu dan bermain bersama. 

Dan kepompong itu mulai terbuka dan berubah menjadi kupu-kupu. Miko kini telah menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Dengan warna sayap yang berwarna warni, Miko mulai terbang. "Sungguh indah alam ini." ucap Miko ketika dia terbang dan melihat sekeliling dimana dia terbang. Hari demi hari dia lewati dan bertemu dengan kupu-kupu lainnya, setelah Miko berubah menjadi kupu-kupu. kini dia terbang kesana kemari. Menikmati indahnya alam ini. Tiba-tiba dia teringat dengan temannya dulu, ulat bulu hijau. Bagaimana kabarnya kini? ucapnya dalam hati.
Miko terbang menuju tempat dimana ulat bulu hijau tinggal. Setibanya disana, dia mendapati pohon dimana tempat tinggal ulat bulu hijau telah tiada. 

"Kemana pohon besar ini? kemana ulat bulu hijau berada?" ucap Miko dalam hati.
"Hai, kemana pohon ini?"tanya Miko pada seekor burung dara yang sedang bertengger disarangnnya. dan Miko mendekati arah sarang burung dara tersebut. 
"Pohon ini sudah lama ditebang oleh manusia." jawab burung dara.
"lalu? temanku ulat bulu hijau?" ucapnya kaget
"Pohon itu sudah ditebang menjadi beberapa bagian. Dan kau bisa melihat sendiri, sudah bersih tempat itu sekarang." jelas burung dara.

Mendengar penjelasan burung dara demikian, Miko hanya bisa diam. Dalam batinnya dia bertanya tanya, lalu kemana temanku si ulat bulu hijau? Lalu Miko kembali terbang. Kini dia tak mengerti kemana arah terbangnya kini. Dia masih heran kemana ulat bulu hijau sekarang. Sempat dia berpikir, apa mungkin kepompong itu ikut hancur ketika manusia menebang pohon tersebut? Beberapa pertanyaan terlintas dalam benak Miko. Dia merindukan ulat bulu hijau, teman lamanya sewaktu dia masih menjadi ulat.

Senin, 07 April 2014

Ruang Rindu

Aku ingin menyentuh kedua belah pipimu. Dalam hitungan detik, aku ingin menjatuhkan satu kecupan saja. Setiap hari walaupun hanya lewat pesan singkat, ucapan “selamat pagi” mu dan secuil perhatianmu selalu menjadi doping terbaik untuk semangatku. Dan setelah itu, aku bisa melewati hati panjang tanpa segera menjadi lelah.
Di suatu ruang kecil yang kita sebut sebagai tempat untuk menjadikan rindu sebagai sebuah rahasia yang dimiliki berdua. Ruang untuk kamu menumpahkan segala tawa dan untuk menyandarkan segala lelah dan berbagi cerita-cerita sederhana. Ruang yang aku yakini sebagai satu baris kalimat : “bahagia adalah sebuah perasaan yang diciptakan oleh rasa percaya.”
Tema-tema pembicaraan sederhana yang selalu kita bicarakan saat waktu dimana kita berdua. Waktu yang terasa sangat singkat saat kita berdua.
Malam itu, jam sudah menunjukan 8 lebih 10 menit. “udah jam 8, pulang sekarang yuk.” Katamu. Aku menoleh pada jam tanganku sembari mengangguk. Yah singkat sekali pertemuan kita malam ini. Akhir-akhir ini memang singkat sekali waktu untuk kita berdua. Ada kesibukan tersendiri yang kamu lakukan disana. Setibanya dirumahpun aku masih merasakan wangi parfum yang kau gunakan. Aku masih ingin lebih lama menikmati malam dengan berbagi cerita denganmu.

Dibalik itu, apakah kamu benar-benar merasakan kesedihan yang sama satiap kali kita akan berpisah? Yah, ini memang sebatas ruang kecil tentang rindu yang menjadi rahasia kita berdua kan? Ketika aku menatapmu untuk kita berpisah, aku benar-benar ingin merangkum kedua belah pipimu. Menatapmu lebih lama lagi. Mendengarkan semua ceritamu. Dan melihat senyum dan tawamu yang renyah itu.

Sabtu, 05 April 2014

ketika sebuah persahabatan terkhinati. 
dulu semua terasa indah saat kita bersama. aku kamu dia kalian mereka menjadi "kita". waktu luang selalu kita habiskan bersama. berbagi cerita dan tawa bersama. bahkan dengan menangis. indah memang itu semua. namun itu hanya dulu. sekarang kita, atau lebih tepatnya kalian telah menemukan hidup kalian masing-masing yang lebih bahagia dibanding dengan kita waktu dulu.
 mulailah pengkhianatan itu terlihat. seutas senyumpun jarang terlihat dari wajah-wajah itu lagi. aku merindukan saat itu bersama kalian. sebuah nama yang tak sengaja kita buat menjadi tanda persahabatan ini. tapi sekarang, mungkin kalian telah lupa dengan semuanya. aku masih menyimpan semua kenangan bersama kalian. 
"persahabatan bagai kepompong. mengubah ulat menjadi kupu-kupu.."
namun kini, ketika ulat telah menjadi kupu-kupu yang indah, kupu-kupu itu terbang jauh dan mungkin tak pernah kembali. 

ini ceritaku, mana ceritamu?

Tahun ini aku udah mulai memasuki sekolah baruku. Dimana aku akan mengenakan seragam putih abu-abu. Dan juga aku akan bertemu dengan teman-teman baruku di sekolah ini. Awal memasuki sekolah tahun ajaran baru, seperti biasa slalu diadakan MOS atau masa orientasi siswa. Dimana kami akan dibimbing oleh kakak senior osis untuk lebih mengenal satu sama lain dan lebih mengenal lingkungan sekolah. Saat perkenalan aku kurang memperhatikan teman-teman yang sedang berkenalan. Dan ternyata salah satu teman sekelasku ada yang berasal dari Lampung . Suatu daerah di Indonesia yang  terkenal dengan hewan Gajahnya.
Bella, dia temanku yang berasal dari Lampung. Masih ingat benar aku saat memulai berbicara pertama kali dengannya. Waktu itu aku berangkat sangat  pagi dan hanya ada dia dikelas. Dengan pedenya aku berbicara padanya dengan bahasa jawa. Dia hanya diam saat mendengarkan aku berbicara dengan bahasa jawa, lalu setelah selesai dia berkata padaku “maaf aku enggak ngerti bahasa jawa” sontak aku merasa malu dan kaget. Setelah aku tanya ternyata dia pindahan dari Lampung yang merantau disni. "eh iya maaf ya Bel, aku enggak tau." kata sambil menahan malu.Yah cukuplah untuk pembaharuan pertemanan , biar enggak bosen juga.
Waktu terus  berjalan. Tiap kali pelajaran bahasa jawa Bela tak pernah mengerti apa yang dibicarakan guru bahasa jawa kami. Dan pada tes akhir semester petama tepat saat mata pelajaran bahasa jawa, dia benar-benar tak tau  satupun maksut dari soal  tersebut. Kami semua ingin membantunya, namun apa boleh buat, dia duduk tepat di depan pengawas. Dia pun dengan bingungnya untuk menjawab soal yang ada didepannya itu.Satu persatu teman-temanku keluar ruangan karena telah selesai mengerjakan soal. Dan Bella adalah siswa terakhir yang keluar dari ruangan yang entah apa saja yang ia lakukan di dalam ruangan itu karena ketidak tahuannya akan soal bahasa jawa.
Setelah dia  keluar, dia menceritakan apa yang dia lakukan didalam pada kami. Dia mengatakan bahwa dia menulis huruf aksara Lampung sebagai jawaban untuk aksara jawa. Dan dia juga mengatakan bahwa pengawas tadi membantunya untuk menjawab soal yang hampir semuanya tidak dia ketahui. Sontak saja kami tertawa mendengar apa yang ia katakan. Betapa lugunya dia ini  akan bahasa jawa. Namun setelah beberapa bulan tinggal di jawa akhirnya diapun mulai bisa beradaptasi dengan bahasa jawa, walaupun sedikit demi sedikit.